Home / PERDAGANGAN / EKSPOR & IMPOR / Pemerintah Keluarkan Aturan Baru Ekspor Impor

Pemerintah Keluarkan Aturan Baru Ekspor Impor

eksporimporPemerintah menyiapkan dua regulasi untuk mengatasi defisit transaksi berjalan yang terjadi sepanjang tahun ini. Defisit transaksi berjalan disebabkan oleh besarnya total impor dibanding ekspor.

Guna mengurangi arus impor, Kementerian Keuangan akan mengeluarkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yakni tentang Pengenaan PPh Pasal 22 Atas Impor Barang Tertentu, dan Fasilitas Pembebasab dan Pengembalian Bea Masuk atas Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE).

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dua regulasi tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut regulasi yang telah dikeluarkan sebelumnya sebagai bagian dari kebijakan ekonomi untuk memberikan stimulus nasional. Kali ini, kebijakan tersebut diperlukan untuk merespon tekanan pada neraca perdagangan dengan cara meredam impor barang-barang tertentu.

“Ini membuat ekspor impor menjadi simpel,” kata Chatib di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta, Senin (9/12).

Adapun pokok dari kebijakan tersebut adalah, menyesuaikan tarif pemungutan PPh 22 atas impor barang-barang tertentu dari semulau 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Kriteria impor barang tertentu yang menjadi sasaran pengenaan tarif PPh 22 impor yang lebih tinggi adalah bukan barang yang digunakan untuk industri dalam negeri untuk menjaga produksitvitas industri dalam negeri, dan merupakan barang konsumtif dengan nilai impor yang signifikan dan tidak memberikan dampak besar kepada inflasi.

Selanjutnya, berdasarkan kriteria di atas, barang impor yang terkena tarif PPh 22 impor yang lebih tinggi meliptuti 502 jenis barang berdasarkan kode Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Kelompok barang tersebut meliputi antara lain elektronik dan handphone, kendaraan bermotor (kecuali CKD/IKD, Hibrid/Listrik, dan kendaraan berpenumpang lebih dari sepuluh), tas, baju, alas kaki, dan perhiasan termasuk parfum serta furniture, perlengkapan rumah tangga dan mainan.

Adapun dampak yang diharapkan dari PMK ini, lanjut Chatib, adalah untuk pengendalian impor atas barang tertentu, penurunan tenakan defisit neraca perdagangan serta mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan produksi barang sebagai subtitusi impor barang. “Sekarang pengenaan PPh 22 sebesar 7,5 persen berlaku untuk semua importir yang masuk kelompok. Tidak ada pembedaan perlakuan terhadap importir yang memiliki API atau tidak memiliki,” ungkapnya.

Selain itu dalam rangka mendorong ekspor, mengurangi defisit neraca perdagangan, memperkuat daya saing perusahaan, dan meningkatkan investasi terutama pada sektor-sektor industri yang melakukan kegiatan ekspor, perlu diberikan stimulus fiskal dan optimalisasi otomasi pada pelayanan/pengawasan/perizinan atas fasilittas pembebasan dan pengembalian bahan baku yang diimpor untuk diproduksi dengan tujuan dieskpor atau yang lebih dikenal dengan fasilitas KITE.

Pokok-pokok kebijakan yang mengalami perubahan adalah penambahan jenis insentif fiskal. Perubahan kebijakan dibidang fiskal yaitu adanya fasilitas pembebasan yang sebelumnya hanya mendapatkan fasilitas bea masuk, saat ini ditambah dengan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan kebijakan kemudahan dibidang perizinan dan pelayanan fasilitas KITE meliputi penyederhanaan persyaratan dan penerapan otomasi pengajuan perizinan untuk memperoleh fasilitas pembebasan atau pengembalian, perluasan objek fasilitas yaitu meliputi semua bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk proses produksi dalam rangka ekspor sehingga dapat mengurangi biaya produksi perusahaan.

Kemudian, penyederhanaan prosedur pelayanan impor dan ekspor di mana dimungkinkan mengimpor barang KITE bersama-sama dengan barang impor non KITE serta mengekspor barang KITE bersama-sama dengan barang ekspor perusahaan KITE lainnya sehingga dapat diharapkan mengurangi biaya dan waktu impor/ekspor.

Dua regulasi ini, lanjut Chatib, masih menunggu pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Dan dipastikan akan berlaku 60 hari sejak aturan tersebut diundangkan. “Sekarang masih menunggu pengesahan dari Kemenkumham,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri Perindustrian MS. Hidayat mengatakan pihaknya telah melakukan dialog bersama 1500 perusahaan eksportir guna membahas regulasi tersebut. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mencari jalan keluar atas defisit neraca transaksi berjalan dan merumuskannya dalam regulasi.

“Kita sudah melakukan dialog denga 1500 eksportir untuk mencari jalan keluar permasalahan defisit current account. Hasilnya dengan cara membuat regulasi yang tidak menghambat tapi sangat terseleksi dan mendorong,” kata Hidayat.

Salah satu pokok kebijakan tersebut adalah menghilangkan restitusi atau pajak impor barang yang bisa diambil kembali saat proses ekspor barang jadi. Sektor maufaktur akan terbantu atas regulasi tersebut. Tentunya, lanjutnya, akan meningkatkan ekspor.

About Usman Simanjuntak