Home / LOGAM MULIA / LOGAM LAINNYA / Efek Boikot Logam Rusia

Efek Boikot Logam Rusia

Bursa perdagangan komoditas metal global, London Metal Exchange (LME), Chicago Mercantile Exchange (CME), dan bursa logam lainnya melarang menerima aluminium, tembaga, dan nikel baru yang diproduksi oleh Rusia sejak Jumat pekan lalu (12/4/2024).

Dampak Sanksi terhadap Rusia

Sanksi tersebut ditujukan untuk meminimalkan pendapatan ekspor Rusia di tengah perang yang sedang berlangsung di Ukraina dan juga mengurangi risiko gangguan pasar. Akibatnya, stok logam Rusia yang ada di bursa global dikucilkan akibat kebijakan baru ini. Produk logam Rusia yang tidak lagi diperdagangkan masih dapat ditarik dari gudang.

Peluang bagi Indonesia

Indonesia memiliki sejumlah logam seperti yang Rusia miliki. Lantas, mampukah logam Indonesia menggantikan posisi ekspor Rusia?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketiga komoditas logam tersebut memiliki nilai ekspor yang dapat mengganti posisi Rusia. Secara nilai ekspor, ketiga komoditas logam tersebut memiliki nilai ekspor sebesar US$9,8 miliar atau setara dengan Rp 157,78 triliun. (Kurs: Rp 16.100/US$)

 

Tantangan Indonesia Menggantikan Posisi Ekspor Rusia

Tantangan Penjelasan
Larangan Ekspor: Indonesia menetapkan larangan ekspor untuk beberapa komoditas hingga Mei 2024 diantaranya adalah tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hasil pemurnian tembaga. Larangan ekspor ini akan membatasi kemampuan Indonesia untuk mengekspor logam ke pasar global, termasuk untuk menggantikan posisi ekspor Rusia.
Relaksasi Ekspor: Relaksasi ekspor hanya diberikan kepada lima perusahaan yang progres smelternya telah mencapai di atas 50% pada Januari 2023. Relaksasi ekspor yang terbatas ini akan menghambat kemampuan Indonesia untuk meningkatkan ekspor logam secara signifikan.
Kapasitas Produksi: Kapasitas produksi logam Indonesia masih belum sebesar Rusia. Kapasitas produksi yang terbatas akan membuat Indonesia kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar global jika Rusia tidak lagi mengekspor logam.
Kualitas Produk: Kualitas produk logam Indonesia masih belum sebaik Rusia. Kualitas produk yang kurang baik dapat membuat Indonesia kesulitan untuk bersaing di pasar global.
Infrastruktur: Infrastruktur logistik dan transportasi di Indonesia masih belum sebaik Rusia. Infrastruktur yang kurang baik dapat meningkatkan biaya ekspor dan membuat Indonesia kurang kompetitif di pasar global.
Biaya Produksi: Biaya produksi logam di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan Rusia. Biaya produksi yang lebih tinggi akan membuat produk logam Indonesia kurang kompetitif di pasar global.
Regulasi: Regulasi di Indonesia terkait dengan ekspor logam masih belum jelas dan konsisten. Regulasi yang tidak jelas dan konsisten dapat menghambat pertumbuhan ekspor logam Indonesia.

 

Kesimpulan

Indonesia memiliki potensi untuk menggantikan posisi ekspor logam Rusia. Namun, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti larangan ekspor, relaksasi ekspor, dan kapasitas produksi.

 

Sumber

About Muhammad Hafizh Husain